Sinopsis - DESEMBER 26 FILM

September 06, 2007

Sinopsis


Semua terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, di sebuah sekretariat pentas seni mahasiswa Papua di Jogja. Berawal dari kegundahan abner si ketua asrama yang melihat beberapa temannya terlalu banyak menghabiskan waktu sia-sia, lupa dengan tujuan utama mereka.

Bersama GERZON dan KRISTIN (termasuk mahasiswa rajin), selain berdiskusi soal politik, masa depan Papua atau sekedar mata kuliah, ABNER juga sering mendiskusikan bagaimana supaya teman-teman mereka bisa bersatu dalam satu visi tanggung jawab belajar bersama-sama.

Diantara mereka ada DON dan NICK yang hobi mabuk dan rebut setiap hari, MARKUS dan MARIA si ROmmy and Juliet yang tiada hari tanpa pacaran, PAUL si jago molor atau mandoser yang gemar jalan-jalan dan nonton film porno, sampai DOMINGGUS yang ceroboh dan super pelupa. Semua berbaur dalam satu atap.

Sampai hari itu MANDOSER dating membawa 5 buah VCD porno terbaru bertema “SELERA NUSANTARA”. Masing-masing berjudul “SUMATRA BERGOYANG”, “PERAWAN DARI HUTAN KALIMANTAN”, “SULAWESI BERGELORA”, BALI BERGAIRAH LAGI” dan “HAMPIR MALAM DI JAWA”.

Ajaib, semuanya dari pemabok sampai kutu buku dan yang sedang tidur mendengkur seketika berkumpul dan berderet rapih di depan pesawat TV. Semua karena daya magnet “SELERA NUSANTARA” yang dahsyat.

Namun, apa yang terjadi setelah TV dinyalakan, sungguh diluar dugaan. Semua tiba-tiba hening, semua mata terpaku di layer kaca. Semua terkesia.

Apa yang terjadi di layar TV adalah liputan khusus tentang terjadinya Tsunami di Aceh. Begitu dahsyatnya gelombang air laut menghantam apa saja yang menghadang termasuk rumah, mobil dan pohon-pohon besar.

Ribuat mayat tampak bergelimpangan. Suara tangis pilu orang-orang yang kehilangan keluarga sungguh menyayat hati. Jerit rintih seorang Ibu dengan mayat bayi tercinta di pelukannya seperti membahana menghujam langit Indonesia.

Satu per satu sekumpulan mahasiswa Papua yang menyaksikan hari itu, tak kuasa menahan lelehan air mata mereka, meski tidak satu kekuatan pun yang memerintah atau melarang mereka untuk itu. Semua terjadi begitu saja atas nama kemanusiaan. Bukan yang lain.

Manusia tetaplah manusia. Siapapun dia, apapun bentuk dan tingkah lakunya, apapun warna kulitnya, hanya bisa dipersatukan dengan rasa.

Bahkan tidak butuh bendera, tidak perlu agama.

Dan… hari itu, anak-anak Papua menangis untuk Aceh…